Dalam pembelajaran kali ini beliau memaparkan secara gamblam tentang revolusi industri 4.0. Ilmu dan pengalaman beliau mengenai dunia pendidikan dan perkembangan teknologi akan menambah wawasan kita mengenai isu dan kebijakan pendidikan di era digital ini.
Revolusi industri 4.0 adalah perubahan besar dalam sejarah kehidupan manusia. Perubahan ini hampir dirasakan seluruh masyarakat. Pada abad 21 Perkembangan teknologi digital merupakan hal-hal baru seperti internet of things, cloud computing, robotics, 3D printing, dll. Mau tidak mau, suka tidak suka, kita semua akan menghadapi perubahan zaman ini.
Perubahan kehidupan manusia ternyata menimbulkan tantangan baru karena ada perubahan yang signifikan antara kondisi dulu dengan sekarang. Bagaimana kita menyiapkan anak didik kita supaya mereka mempunyai keterampilan yang cukup untuk bertahan hidup dan menghadapi tantangan di eranya.
Dari hasil kajian Mckinsey Global Institute (sebuah Lembaga konsultan internasional) dengan judul kajian "Job Lost Job Gained" (pekerjaan yang hilang dan pekerjaan yang muncul) menyatakan di tahun 2030 diperkirakan ada 800 juta manusia yang diganti pekerjaannya oleh teknologi seperti robot, komputer, kecerdasan buatan, dan mesin. Contoh nyata sekarang jalan tol yang tidak lagi dijaga oleh penjaga pintu tol karena semua sudah diganti dengan kartu tol. Banyak pekerjaan manusia yang akan digantikan oleh teknologi seperti buruh pabrik, admin, sekretaris, tenaga pembukuan. Sekitar 375 juta manusia harus berganti profesi karena sudah tidak sesuai dengan perkembangan teknologi. Misalnya mahasiswa yang kuliah mempelajari teknologi Nokia, setelah lulus kuliah, nokia sudah bergeser dan berganti dengan Blackberry, bergeser lagi ke Android, bergeser lagi ke IOS. Dan mahasiswa yang lulus tadi akan mengalami kesulitan dan harus bisa mempelajari perubahan teknologi yang berkembang untuk mendapatkan pekerjaan sehingga dia harus mampu meng upgrade diri supaya mampu mengikuti perubahan zaman.
Kajian berikutnya dari Institute of Museum & Library Services tentang kajian abad 20 dan abad 21.
Hasil kajiannya adalah sebagai berikut:
- Perbedaan jumlah pekerjaan semasa hidup. Orang-orang yang bekerja abad 20 seumur hidupnya rata-rata tidak berganti pekerjaan. Misal ada yang lulus jadi guru dan pensiunnya dari guru, lulus jadi dokter pensiunnya dari dokter. Kalaupun berganti pekerjaan maksimal hanya dua kali. Itu lah yang membuat mereka hanya menguasai satu hal seumur hidup mulai dari bekerja sampai pensiun. Berbeda halnya di abad 21, rata-rata manusia akan bisa berganti pekerjaan antara 10 sampai 15 kali ( Departemen tenaga Kerja Amerika Serikat). Itu bisa terjadi karena perubahan teknologi yang begitu cepat. Oleh karena itu anak-anak di abad 21 tidak bisa hanya belajar satu hal di sekolah, mereka harus banyak belajar secara mandiri.
- Setiap orang harus bisa berkompetisi bukan hanya lokal tetapi juga internasional atau global. Orang bisa bekerja dimana saja, tidak hanya di negara asalnya. Karena itu kualitas SDM kita harus bisa berkembang pesat.
- Jenis Pekerjaan. Dari data World Economic Forum (2018), ada sekitar 65% siswa yang saat ini duduk di bangku sekolah dasar akan bekerja pada bidang yang hari ini belum tercipta. hal ini bisa jadi benar karena kalau dibandingkan dengan abad 20, pada abad 21 ini ada banyak pekerjaan baru seperti youtober, content creator, selebgram, Art developer, gamer, bekerja di facebook, bekerja di google, bekerja di Gojek, bekerja di Traveloka, dll.
Oleh karena perkembangan teknologi yang begitu pesat, maka para guru tidak lagi bisa mempersiapkan peserta didiknya untuk menjadi pencari kerja, tapi harus menyiapkan mereka menjadi pencipta kerja.
Menurut beliau berdasarkan revisi Taksonomi Bloom (dari Benjamin Bloom) oleh Lorin W. Anderson dan David R. Krathwohl bahwa urutan taksonomi melingkupi tata letak evaluasi dengan perubahan sintesa menjadi mencipta. Pembelajaran tingkat tinggi harus bisa diterapkan disekolah (HOTS). Peserta didik sangat perlu penalaran tingkat tinggi karena sesuai tuntutan abad 21 bahwa 65% dari siswa harus bisa menjadi inovator, mereka harus bisa menjadi pencipta kerja. Karena itu peserta didik harus berada di level cerdas atau nalar tingkat tinggi (C6).
Berdasarkan taksonomi, level C1 adalah level menghafal, namun menghafal pasti akan mudah hilang dari memori sehingga disebut level dengan tingkat nalar manusia yang paling rendah. Level C2 adalah memahami tentang teori dari materi yang diulang-ulang sehingga terekam di otak. Level C3 adalah mengaplikasikan teori. Level C4 adalah kemampuan untuk menganasisa suatu persoalan. Level C5 adalah mengevaluasi langkah yang diambil dan memperbaikinya. Level C6 adalah kemampuan untuk mencipta sesuatu hal yang baru.
Level C1, C2 dan C3 disebut dengan penalaran tingkat rendah atau LOTS (Lower Order Thinking Skill). Zaman sekarang kemampuan C1, C2 dan C3 sudah bisa dilakukan oleh teknologi digital seperti robot atau mesin atau komputer. Kemampuannya hanya sebatas melakukan perintah. Namun hasilnya bisa lebih baik daripada manusia. Teknologi ini juga kerjanya bisa lebih cepat, lebih efisien dan lebih rapi daripada manusia. Contoh lain adalah google yang merupakan hasil ciptaan manusia yang bisa menampung banyak hal tanpa ada batasnya.
Level C4, C5 dan C6 merupakan kemampuan bernalar tinggi atau HOTS (high order thinking skill) yang sampai dengan saat ini hanya bisa dikerjakan oleh manusia. Ini lah yang disebut dengan dasar dasar Edukasi 4.0 dengan kemampuan abad 21 untuk bernalar tingkat tinggi, yaitu:
- Selalu berpikir kritis artinya dia mempunyai pandangan dengan mencari tahu sebab akibat dari suatu permasalahan.
- Kreatif artinya selalu punya banyak cara untuk menyelesaikan suatu persoalan.
- Bisa Berkolaborasi karena setiap hal yang dicipta oleh manusia pasti ada campur tangan manusia lain. Karena itu sangat perlu berkolaborasi
- Komunikasi sangat diperlukan. Bagaimana bisa berkolaborasi kalau tidak ada komunikasi, itu mustahil karena itu harus dimiliki komunikasi yang baik
Kiat dan usaha kita sebagai guru untuk mengenalkan serta mengarahkan siswa agar sukses dimasa depan terkhusus sukses didunia kerjanya adalah dengan memahami perubahan kondisi dunia serta tantangan yang juga berubah. Karenanya anak didik harus dipersiapkan untuk menjadi inovator dengan membiasakan anak berpikir di level mencipta.
Seperti semboyan bapak Ki Hajar Dewantara yang merupakan semboyan Pendidikan yang berbunyi “ing ngarso sung tulodo, ing madyo mbangun karso, tut wuri handayani” yang artinya Di Depan Menjadi Teladan, di Tengah Membangun Semangat, di Belakang Memberikan Dorongan.
Di akhir pemaparan materi pak Indra, beliau menegaskan bahwa pahamilah kondisi peserta didik kita sekarang yang pasti sudah sangat berbeda dengan peserta didik pada zaman dulu. Beradaptasi dengan merubah cara kita memberikan pembelajaran kepada anak didik untuk bisa menghadapi tantangan di abad 21. Kita harus menjadi contoh dengan belajar sepanjang hayat. Karena itu tetaplah belajar. Seperti kutipan terkenal dari Steve Jobs, CEO sekaligus founder dari perusahaan teknologi Apple, "Stay Hungry, Stay Foolish” artinya “Tetaplah merasa lapar, tetaplah merasa bodoh” supaya kita terus belajar.
Sekian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar