Oleh:
Posmauli Devita Sihombing
CGP Angkatan 3
Kabupaten Batubara
Provinsi Sumatera Utara
Dari kutipan berikut:
"Mengajarkan anak menghitung itu baik, namun
mengajarkan mereka apa yang berharga/utama adalah yang terbaik"
(Teaching kids to count is fine but teaching them what counts is best)-Bob
Talbert
Artinya bahwa pendidikan hendaknya bukan memberikan pengajaran terkait keilmuan saja atau hanya mengasah kecerdasan intelektual. Namun lebih kepada memberikan bekal kehidupan untuk mengasah kecerdasan spiritual, sosial dan emosional. Sehingga anak didik memiliki karakter sesuai profil pelajar pancasila sebagai landasan dalam kehidupannya sehingga anak didik kelak menjadi manusia yang manusiawi.
Menurut pandangan bapak filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa pendidik adalah seorang penuntun yang dapat menuntun tumbuh kembang anak didik sesuai dengan kodrat yang dimiliki sang anak agar mereka memperoleh keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai seorang anak manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Guru adalah penuntun segala kekuatan kodrat baik kodrat alam dan juga kodrat zaman pada anak didik agar sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. Guru sebagai penuntun menjadi seorang pemimpin pembelajaran haruslah berpusat pada murid.
Sesuai filosofi Ki Hajar Dewantara (KHD),dikenal Pratap Triloka yaitu:
Ing Ngarso Sung Tulodo artinya seorang pemimpin haruslah menjadi teladan yang baik bagi orang yang dipimpinnya, Ibarat magnet, pemimpin harus mampu menarik partikel-partikel disekitarnya untuk bisa diajak bersinergi mencapai sebuah visi sekolah.
Ing Madya Mangun Karso artinya pemimpin harus bisa memberikan motivasi dengan beekrjasama dengan orang yang dididiknya, perlu mempererat hubungan antara guru dengan murid namun tidak melanggar etika pendidikan.
Tut Wuri Handayan memiliki makna bahwa guru berdiri di belakang anak murid untuk memberikan semangat atau dorongan kepada mereka agar mampu menjadi kepemimpinan murid. Guru memiliki kewajiban untuk memberikan kesempatan kepada anak muridnya melakukan sesuatu dan melakukan karya-karya inovatif sesuai dengan arahan dan dorongan guru.
Seorang guru yang melihat siswanya bersalah tidak serta merta langsung memberikan hukuman. Sebaiknya guru melakukan tanya jawab bisa berupa coaching, konseling ataupun mentoring untuk lebih banyak menggali pemahaman tentang diri anak murid terhadap berbagai persoalan mengenai diri anak didik kita. Sejalan dengan itu barulah guru memutuskan memberikan hukuman yang mendidik dan tidak merugikan anak didik dalam belajar. Sekarang ini masih banyak kita melihat guru memberikan hukuman yang merugikan siswa, membuat siswa tidak mau belajar. Sehingga siswa tidak mendapatkan haknya di sekolah. Seorang guru yang bijak hendaknya memberikan hukuman yang tidak mengurangi hak siswa tersebut. Misalnya hukuman piket kelas sepulang sekolah, dengan artian siswa tetap ikut belajar dengan temannya, namun dia hanya akan telat pulang saja ke rumah karena harus piket terlebih dahulu.
Dalam proses pendidikan berlangsung di sekolah, guru ada kalanya menghadapi masalah yang berkaitan dengan tingkah laku dan kebiasaan buruk yang dilakukan oleh muridnya. Tentu, dalam setiap penyelesaian permasalahan ini seorang guru harus mampu menerapkan pola pengambilan keputusan yang berdasarkan pada paradigma dan prinsip dilema etika. Kemudian dengan menggunakan 9 tahapan pengambilan keputusan yang berpihak pada murid. Sebelum pengambilan keputusan itu, guru juga sebaiknya melakukan coaching ke murid agar bisa mengetahui lebih dalam lagi permasalahan yang dihadapi nya sehingga murid mampu menyelesaikan masalah dengan mengeksplorasi kemampuan dirinya.
Sebagai seorang pendidik haruslah memiliki nilai-nilai yang tertanam dalam dirinya yang akan berpengaruh pada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam suatu pengambilan keputusan yang dapat memberikan dampak baik pada lingkungan kita. Nilai-nilai tersebut adalah nilai kebajikan dimana nilai-nilai tersebut telah menjadi karakter atau prinsip hidupnya. Nilai-nilai dimaksud tentu akan sangat menunjang seorang guru dalam menjalankan perannya sebagai pemimpin dalam membangun niat dan kemauan belajar serta mendorong anak murid dalam tumbuh kembang serta mengenali jati diri mereka.
Setiap nilai-nilai kebajikan di satu sisi akan sangat berpengaruh dalam pengambilan keputusan seorang guru sebagai pemimpin pembelajaran. Bagi penulis, semakin kaya nilai kebajikan dalam diri seorang guru, maka akan semakin bijak prinsip berpikir pengambilan keputusan yang akan diambil. Prinsip berpikir pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran yang dimaksud adalah menurut Rushworth M. Kidder dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu, pertama, berpikir berbasis hasil akhir, kedua, berpikir berbasis peraturan, dan ketiga, berpikir berbasis rasa peduli.
Ketiga prinsip berpikir tersebut, pada dasarnya telah melekat dalam diri seorang guru sebagai pemimpin pembelajaran. Hal itu, tentu akan berpengaruh dalam menentukan model atau paradigma dilema pengambilan keputusan. Model atau paradigma itu antara lain; (a) Individu lawan masyarakat (Individual versus Community), (b) Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice versus mercy), (c) Kebenaran lawan kesetiaan (truth versus loyalty), dan (d) Jangka pendek lawan jangka Panjang (short term versus long term).
Dalam kegiatan terbimbing yang kita lakukan pada materi pengambilan keputusan sangat berkaitan dengan kegiatan 'coaching' (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah diambil. Pendampingan pada sesi coaching sangat membantu guru dalam proses belajar mengajar untuk pengambilan keputusan. Dalam sesi Coaching, guru sebagai coach dapat mengeksplorasi, menggali informasi dan mengembangkan potensi coachee secara optimal. Hal tersebut akan berpengaruh untuk menghasilkan keputusan yang berpihak pada murid demi mewujudkan merdeka belajar.
Dalam pengambilan suatu keputusan kompetensi sosial emosional (KSE) sangat diperlukan karena kemampuan sosial dan emosional seorang pemimpin pembelajaran menjadi salah satu faktor penting. Guru yang memiliki kemampuan tersebut ketika berpijak pada prinsip dan nilai-nilai kebajikan yang ada dalam dirinya, akan memberikan kontribusi yang baik dalam pengambilan dan pengujian sebuah keputusan.
Kecerdasan sosial dan emosional tentu akan menjadikan seorang guru lebih berwibawa dan bijak dalam pengambilan sebuah keputusan. Keputusan yang diambil adalah keputusan yang tepat. Ketepatan dalam pengambilan keputusan itu pada akhirnya akan berdampak positif terhadap anak murid, rekan sejawat, dan tentunya bagi lembaga pendidikan atau semua warga sekolah, sehingga terciptanya lingkungan sekolah yang positif, kondusif, aman dan nyaman.
Dalam pengambilan ada 4 paradigma yang harus kita perhatikan yaitu:
1. Individu vs masyarakat, Yaitu dilema yang dialami oleh seseorang, dimana terjadi benturan antara kepentingan pribadi dengan kepentingan orang banyak.
2. Rasa keadilan vs rasa kasihan, yaitu dilema yang dialami seseorang, dimana orang tersebut dihadapkan pada permasalahan yang melibatkan keadilan dan rasa kasihan.
3. Kebenaran vs kesetiaan, yaitu dilema yang mengharuskan seseorang memilih antara kebenaran yang ia yakini dengan kesetiaannya.
4. Jangka pendek VS jangka panjang, yaitu dilema yang dihadapi oleh seseorang , butuh pemikiran yang matang akan efek jangka panjang dan jangka pendek dari permasalahan tersebut.
Berdasaran diagram di atas, pengambilan keputusan dibagi atas 3 macam yaitu:
1. Berfikir berbasis hasil akhir (End Based Thingking)
2. Berfikir Berbasis Rasa Peduli ( Care Based Thingking)
3. Berfikir Berbasis Peraturan (Rule Based Thingking)
Ketiga prinsip pengambilan keputusan tersebut dapat digunakan untuk memetakan permasalahan yang sedang terjadi, sehingga dapat meminimalisir kesalahan-kesalahan yang dapat di timbulkan. Untuk mendapatkan keputusan terbaik, perlu dilakukan pengujian-pengujian. Hal ini dapat dilakukan dengan menerapkan 9 langkah pengujian pengambilan keputusan, yaitu:
- Menggali nilai-nilai yang bertentangan
- Mengidentifikasi siapa yang terlibat
- mengumpulkan fakta-fakta yang relevan
- pengujian benar atau salah
- Buat keputusan
- Identifikasi opsi trilema
- melakukan prinsip resolusi
- Paradigma pengujian benar lawan benar
- lihat lagi keputusan dan refleksikan
Pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada lingkungan yang nyaman, aman, positif, dan kondusif karena kita sebagai pemimpin pembelajaran mengambil keputusan yang tepat yang dapat berdampak positif bagi banyak pihak yang ada di sekolah/lingkungan asal, mampu mengembangkan potensi dan kemampuan anak didik. Dan pastinya berpengaruh terhadap masa depan anak didik.
Kesulitan yang saya hadapi di lingkungan saya yaitu saat ada kasus yang rumit yang berkaitan dengan kejujuran lawan kesetiaan yang sering terjadi dalam situasi dilema etika. Karena kita dihadapkan dengan pilihan untuk mengatakan yang sebenarnya atau melindungi profesi kita. Bahkan selalu merupakan pilihan yang sulit walaupun keberanian untuk tetap berpegang pada keyakinan kita, tetapi sulit meyakinkan dan memberikan pemahaman orang lain bahwa jalan itu benar.
Jadi, menurut saya pengambilan keputusan dapat memerdekakan murid karena dengan keputusan yang tepat dapat terciptanya pembelajaran yang menyenangkan, lingkungan belajar yang sesuai dengan kebutuhan siswa, serta dengan lingkungan yang positif siswa dapat lebih fokus dan berkonsentrasi dalam kegiatan pembelajaran.
Kesimpulan yang saya ambil adalah guru sebagai pengambil keputusan dalam pembelajaran memiliki peran yang sangat berpengaruh dalam pendidikan dan mendidik murid. Terutama dalam pembentukan karakter dan budi pekerti murid. Budaya positif yang ditumbuhkan di sekolah, kompetensi social emosional yang mantap merupakan modal penting dalam mendukung guru untuk bisa mengambil keputusan yang tepat di sekolah. Pembelajaran yang terintegrasi dengan pembelajaran berdiferensiasi membuat guru mampu mengoptimalkan kemampuan anak didik melalui proses coaching yang tepat akan mewujudkan merdeka belajar di sekolah.