Suara
klakson mobil terdengar siang ini dari teras rumah. Bu Siti yang sedang
menggoreng ikan gurami langsung berlari dari dapur untuk membuka gerbang.
Ternyata jam dinding menunjuk pukul 5 sore. Ini adalah waktu dimana mama dan papaku
pulang kerja.
Sesampai di
garasi, mama turun dari mobil langsung menghampiri saya yang lagi asyik di
depan laptop.
"Lagi
apa sayang", tanya mama.
"Ini
ma, lagi nonton Drakor", jawabku.
Mama
langsung duduk di sebelahku, mendampingiku sambil memeluk tubuhku yang imut.
Setiap hari
mama papa kerja dari jam 7.30 sampai sore 16.00. Sampai dirumah biasanya jam
lima sampai jam 6 sore. Terkadang mereka juga lembur sampai malam.
Setiap hari
mama dan papa sibuk kerja. Sampai sampai tidak punya waktu untuk menemaniku
bermain.
Tapi yaa
sudahlah, toh saya juga punya gawai yang selalu menemaniku seharian di
rumah.
Saya anak
bungsu dari tiga bersaudara. Kakak pertamaku selalu sibuk dengan kegiatan
ekskul pramuka nya. Hampir setiap hari dia keluar rumah. Kakak kedua juga sama.
Sejak papa belikan dia sepeda motor dia jadi sering kali tour sama teman
temannya. Padahal dari usianya yang masih duduk dibangku kelas 8 seharusnya dia
belum bisa bawa sepeda motor karena kan belum punya SIM.
Aku yang
masih kelas 5 SD selalu dirumah ditemani ibu Siti.
Om bob
selalu setia menemaniku, antar jemput ku ke sekolah.
Hari ini ada
tugas Matematika. Sulit rasanya aku membuka buku mm ku. Bermain game di
gawailah membuatku betah di rmh.
Ada temanku
namanya Osmar. Dia anak yang pintar, pendiam, polos dan penurut. Dan banyak
gitu yang senang padanya bahkan memanfaatkan kepolosanya. Saya sering
mentraktir nya jajan di kantin hanya supaya dia mau mengerjakan pr ku bukan
hanya mm tapi semua pelajaran.
Bukan cuman
aku ada lebih dari 10 orang kawanku melakukan hal yang sama pada Osmar. Kawan
lain tau akan hal ini tapi tak ada yang berani melapor ke guru.
Suatu ketika
selesai belajar bahasa Indonesia, ibu Vani memanggil Osmar dan membawanya ke
ruang guru. Karena setelah ibu Vani mengumpulkan tugas anak-anak, ternyata
hampir semua buku PR yang diperiksa ibu tulisannya sama.
Bukan cuman
ibu Vani, semua guru yang masuk ke kelas saya menyatakan juga hal yang sama.
Namun Osmar tetap membisu tidak mw mengakui kalo semua itu tulisannya. Dia
takut kalau kawan kawan marah padanya.
Lalu bu guru
memanggil Angga teman sebangku Osmar. Lalu Angga menceritakan bahwa setiap hari
setelah selesai pembelajaran kawan kawannya memberikan buku tugas kepada Osmar
untuk dibawa pulang. Di rmh lah Osmar menulis setiap tugas dibuku kawan kawan
tersebut. Dan itu sudah berlangsung lama.
Bagi mereka
yang pengertian, ada yang mentraktirnya jajan, ada yang memberi uang, ada yang
hanya bilang trimakasih. Osmar terpaksa mau melakukannya, selain karena
takut pada kawan, Osmar juga butuh jajan dan uang karena memang Osmar hampir
tidak pernah dikasi uang jajan oleh orang tuanya.
Osmar
tinggal di pinggir sungai. Pencarian Orangtuanya hanyalah mencari ikan di
sungai. Kalau dapat ikan ya bisa dijual dan buat makan. Terkadang orangtuanya
bekerja upahan diladang tetangga. Penghasilannya cukup memprihatinkan.
Ibu guru
memanggil 10 kawan osmar. Menurut ibu guru mungkin ini hal serius sehingga
harus memanggil kami bersepuluh. Jantung saya berdetak begitu kencang, takut
kalau nanti orangtuaku dipanggil ke sekolah. Memang orangtuaku tidak pernah
memberikan hukuman fisik pada ku, tetapi pengurangan uang jajan pasti dilakukan
dan ini membuatku sangat stress.
Ibu Vita
yang adalah wali kelas kami sudah menunggu di ruang BK bersama guru BK dan Ibu
Vani. Satu persatu kami dinterogasi oleh guru BK. Terkadang keluar suara-suara
keras dari mulut ibu BK terkadang juga keluar celotehan lembut yang menyejukkan
hati.
Banyak
sekali nasehat dan semangat yang diberikan ketiga ibu guru tersebut kepada
kami. Tapi seperti angin lalu di telingaku. Aku dan teman-teman hanya
mengangguk-angguk tanda mengerti atau apa, akupun tak tahu. Terkadang aku
lirik-lirikan dengan kawan disebelah, kadang juga senggolan kecil pertanda
ingin memberi kode.
Ibu BK tetap
memberikan celotehannya dengan banyak nasihat. Namun entah kenapa Ketika ibu BK
akan membuat surat panggilan orangtua, kami langsung serentak teriak histerus.
“Jangan ibu,
jangan, kami nggak akan melakukan kesalahan ini lagi”, teriak Iwan yang
kebetulan duduk dibelakangku.
Satu persatu
kami menangis serasa menyesali kesalahan kami. Wajah-wajah penyesalan pun mulai
muncul diraut kami yang polos setelah surat panggilan orangtua dikeluarkan.
Tangisan dan
jeritan kami ternyata bisa meluluhkan hati ibu BK. Dengan suara lembutnya, dia
mengajak kami membuat beberapa kesepakatan, dengan tanpa memanggil orangtua.
Kesepatannya
antara lain:
Membersihkan
kamar mandi cowok dan membersihkan halaman sekolah selama satu bulan setiap jam
istirahat. Meminta maaf pada Osmar dan mau bersahabat dengan dia bukan karena
memanfaatkannya untuk mengerjakan tugas, tidak lagi meminta Osmar untuk
mengerjakan PR kami. Membuat kelompok belajar dikelas dan meminta Osmar untuk
mengajari kami belajar di kelas, Mau mengerjakan PR di rumah.
Ya..sepertinya
kesepakatan ini terlihat gampang, tapi ini beban yang sangat berat bagiku.
Terpaksa ini kami setujui supaya orangtua kami tidak dipanggil ke sekolah.
Setelah
membuat kesepakatan, kami diajak ibu BK untuk merenung sambil menuliskan sebanyak-banyaknya
kesalahan kami di sekolah. Ibu Vani menyiapkan kertas dan pulpen dan meminta
kami menuangkan isi hati kami di kertas tersebut. Entah kenapa sambil menulis
air mata ini selalu mengalir tanpa bisa dibendung, teman-temanku juga mengalami
hal yang sama. Entah bius apa yang sudah disuntikkan ibu guru kepada kami saat
itu.
Ada rasa
penyesalan yang mendalam dari diri ini. Sejak saat itu aku bertekad untuk mau
berubah. Ibu guru sudah menyadarkanku dan kawan-kawan supaya aku bisa
memperbaiki diri menjadi lebih baik lagi.
Selesai dari
sini aku akan kembali kedalam kehidupanku sehari-hari. Namun celotehan ibu guru
serasa masih tertinggal di telinga ini. Selalu terngiang-ngiang.
Aku mulai
merasakan ada yang berubah dari diri ini. Membaca buku di rumah mulai kutekuni.
Mengerjakan tugas di buku sekolahku mulai kukerjakan. Bahkan andriodku bisa
diam beberapa jam di atas meja tanpa sentuhanku karena kesibukanku yang baru
ini.
Terimakasih
ibu guru. Celotehanmu sudah mengubah hidupku. Nasihatmu bagai obat manjur bagi
tubuhku. Sehingga hari-hariku tidak lagi melulu di depan gawai.